Zubair: Revisi RTRW Bukan Berarti Izin Tambang Dicabut

Zubair Halulanga, S.H Advokat dan Pegiat Sosial

KONAWE KEPULAUAN – Keputusan Mahkamah Agung (MA) terkait pengabulan Permohonan RTRW di Konawe Kepulauan (Konkep), sama sekali tidak menyebutkan kegiatan pertambangan di wilayah ini harus dihentikan

Dalam putusan tersebut, Pemda dan DPRD diminta untuk melakukan revisi. Revisi RTRW, tidak ada hubungan dengan pencabutan izin tambang.

Hal tersebut disampaikan oleh Zubair Halulanga, S.H Advokat dan Pegiat Sosial.

“Keputusan MA tidak menyebutkan bahwa kegiatan pertambangan di Pulau Wawonii, harus dihentikan. Tetapi, MA meminta kepada pemerintah daerah juga DPRD, untuk melakukan revisi,” tegas Zubair.

Perda RTRW, lanjut dia, bukanlah instrumen atau landasan untuk menghentikan operasional pertambangan. Terlebih lagi, Perda RTRW tersebut sudah sinkron dan harmonis dengan Perda RTRW Sulawesi Tenggara dan Tata Ruang Nasional. Hal tersebut dibuktikan dengan dikeluarkannya persetujuan substansi dari Kementrian ATR/BPN.

Pria asli Lampeapi, Wawonii ini, meminta semua pihak untuk tidak gegabah memberikan pernyataan, tanpa memperhatikan substansi amar putusan tersebut.

Pernyataan yang tidak mendasar, justru akan menimbulkan salah persepsi di masyarakat dan menimbulkan disharmoni. Padahal, sepanjang pemantauannya, kondisi di Wawonii selama ini, sejak kehadiran perusahaan tambang, berjalan harmonis dan damai.

Karena itu, ia meminta kepada siapa saja untuk tidak membuat pernyataan dan framing yang membuat kondisi di masyarakat kacau. Apalagi dengan menyandarkan pada putusan MA, yang jelas-jelas tidak melarang atau memerintahkan penghentian kegiatan pertambangan di Wawonii.

Lebih lanjut ia menegaskan, secara hukum kegiatan pertambangan di Pulau Wawonii, tidak menyalahi aturan. Berbagai ketentuan perundangan, membolehkan kegiatan pertambangan di pulau ini. Keputusan Menteri ESDM, secara jelas menyebutkan bahwa pulau Wawonii, masuk dalam wilayah yang dapat dilakukan kegiatan pertambangan.

Pun demikian dengan Peraturan Daerah Sulawesi Tenggara yang dengan tegas menyebutkan, setiap kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara boleh dilakukan kegiatan pertambangan.

Begitu juga dengan UU No.27 tahun 2007. Dalam beleid itu disebutkan, kegiatan pertambangan dilarang, jika menimbulkan kerusakan dan penccemaran atau merugikan masyarakat. Jika tidak ada dampak negatif, maka kegiatan pertambangan, dapat dilakukan.

‘Sejauh ini, sepengetahuan saya, tidak ada dampak negatif yang terjadi dengan kehadiran perusahaan. Justru sebaliknya. Dampak positif yang terus dirasakan oleh masyarakat. Terbukanya lapangan kerja, bergeliatnya perekonomian masyarakat dan kontribusi perusahaan melalui berbagai program CSR juga sudah banyak,” ungkap dia lagi.

Lebih lanjut ia mengatakan, perusahaan yang beroperasi di Pulau Wawonii, merupakan perusahaan yang taat hukum dan memenuhi semua ketentuan terkait kegiatan usaha pertambangan.

Tanpa perizinan yang lengkap, perusahaan tidak mungkin bisa berjalan. Berbagai izin dan kewajiban sudah dipenuhi. Mulai dari Izin pinjam pakai Kawasan hutan (IPPKH), dana jaminan reklamasi, juga dana reboisasi (DR) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), semuanya sudah ditunaikan perusahaan.

“Saya juga mendapatkan informasi, bahwa perusahaan juga sudah mendapatkan izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) ruang laut dan ruang darat untuk kegiatan project area. Sementara ijin pengoperasian tersus, sudah lengkap,” jelas dia.

Zubair juga menegaskan, bahwa keputusan penghentian operasional pertambangan merupakan kewenangan yang sepenuhnya berada di kementrian ESDM, dengan beberapa kondisi, diantaranya, keadaan kahar, kegiatan pertambangan tidak berjalan dalam batas waktu yang ditentukan dan menimbulkan konflik horizontal di masyarakat.

“Jadi tidak ada kondisi yang memaksa kegiatan pertambangan di Wawonii, harus dihentikan,” pungkas Zubair.

URL List

Komentar