KOLAKA UTARA – Kisruh antara PT Kasmar Tiar Raya (KTR) yang beroperasi di Desa Mosiku dengan warga di desa tersebut dan Lelewo Kecamatan Baru Putih, Kolaka Utara (Kolut), Sulawesi Tenggara (Sultra) berbuntut panjang.
Hal itu terjadi karena puluhan hektar lahan warga diduga tertimbun lumpur penggalian (tambang) nikel PT KTR. Akibatnya, warga mendantagi perusahaan itu untuk meminta pertanggungjawaban dan ganti rugi. Namun pihak perusahaan menolak dengan dalih, baru bekerja pada 2020 yang lalu.
Tidak terima dengan alasan perusahaan, warga bersama organisasi Lumbung Informasi Rakyat (LIRA), Jangkar, koalisi masyarakat, dan mahasiswa akhirnya menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kolut, Senin (16/1/2023) siang.
Bupati LIRA, Samsir dalam orasinya menyampaikan bahwa PT KTR tidak ada niat baik untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
“Malah hasil pertemuannya, pihak PT KTR mengeluarkan pernyataan silahkan lapor kemana saja,” kata Samsir.
Samsir menegaskan bahwa warga Mosiku dan Lelewawo mendesak PT KTR untuk memberikan ganti rugi lahan pertanian mereka yang diduga telah di kotori dan terendam lumpur.
Tak lama berselang, pihak DPRD Kolut menerima massa aksi untuk dilakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP), yang dipimpin langsung oleh Wakil Ketua DPRD, Hj Ulfa Haeeuddin.
Dalam RDP itu, juga dihadirkan perwakilan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Dinas Perhubungan Kolut.
Suasana gaduh sempat mewarnai jalannya RDP, pasalnya massa aksi tidak terima pihak PT KTR diwakili oleh Humas. Sebelumnya mereka berharap, Direktur Utama (Dirut) PT KTR Andi Pallawagau atau pejabat perusahaan yang memiliki kewenangan sebagai penentu kebijakan hadir dalam pertemuan itu.
Ditemui usai RDP, Samsir mengatakan, Dirut PT KTR harus hadir dalam pertemuan berikutnya. Alasannya lanjut Samsir, urusan pertambangan menyangkut kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat.
“Tapi kondisinya ini sudah terbalik, bukan kesejahteraan tapi malah kesengsaraan yang didapatkan oleh masyarakat di sana,” kata Samsir.
Samsir kembali mengatakan, lahan pertanian masyarakat di Dusun IV Desa Lelewawo seperti sawah, kakao, merica dan kopi rusak akibat terendam lumpur hasil dari aktivitas pertambangan PT KTR.
“Pihak DLH Kolut sudah turun meninjau langsung di lapangan, dan memang ditemukan fakta telah terjadi pencemaran lingkungan akibat aktivitas pertambangan. Jadi kami pastikan, aspirasi masyarakat ini akan terus kami kawal,” tegas Samsir.
Sementara itu di tempat yang sama, Wakil Ketua DPRD Kolut juga menegaskan, pihaknya telah mengeluarkan rekomendasi sesuai hasil RDP, yaitu PT KTR harus bertanggungjawab, dan disampaikan paling lambat Jumat (20/1).
“Kami dari DPRD sudah berberapa kali melakukan pemanggilan terhadap pimpinan PT KTR, namun belum ada itikad baik, jadi kami tunggu itikad baiknya di hari Jumat nanti,* tegasnya
Komentar